Sejarah Bangsa-bangsa Bagian Keenam

Babilonia Menurut Tawarikh Nabonidus



“Pada bulan Tasritu, ketika Koresh (Cyrus) menyerang pasukan Akkad di Opis di tepi Sungai Tigris, penduduk Akkad memberontak” 

Mesopotamia adalah daerah yang terletak di antara dua aliran sungai besar, yaitu sungai Eufrat dan sungai Tigris. Kedua sungai ini mengalir dari Turki Timur ke arah tenggara menuju Teluk Persia. Bila daerah Mesopotamia dihubungkan dengan daerah lembah sungai Jordan maka terbentuklah suatu Tanah Bulan Sabit yang Subur (The Fertile Crescent Moon). Sebutan ini diberikan oleh sejarahwan Amerika, Breasted. Peradaban pertama yang menguasai daerah ini adalah bangsa Sumeria sekitar tahun 3000 SM yang dipimpin Patesi Aannipada. Kota besar bangsa Sumeria adalah Ur dan Raja terkenalnya adalah Patesi Lugal Zagisi. Salah satu warisan peradaban Sumeria adalah Kuil Zigurrat. Peradaban kedua adalah bangsa Akkadia yang berhasil mengalahkan bangsa Sumeria tahun 2271 SM. Rajanya yang pertama adalah Raja Sargon. Tahun 2083 SM bangsa Akkadia dikalahkan oleh bangsa Gutian. Peradaban ketiga adalah bangsa Gutian. Tidak banyak terdapat catatan terhadap bangsa ini. Kekuasaan bangsa ini berakhir setelah rajanya yang terakhir Tirigan dikalahkan oleh bangsa Sumeria dari Dinasti Uruk tahun 2055 SM di bawah pimpinan Raja Utu Hengal. Dinasti Uruk kemudian mengalami kemunduran dan digantikan oleh Dinasti Ur tahun 2047 SM. Tahun 2004 SM bangsa Elam mengalahkan Dinasti Ur untuk menguasai Mesopotamia. Raja terakhir Dinasti Ur adalah Ibbi Suen. Bangsa Elam kemudian diusir dari Mesopotamia oleh bangsa Amorit dari Dinasti Isin. Dinasti Isin dimulai oleh raja Ishbi Erra dan raja terakhirnya Damiq-ilishu. Dinasti Isin ini dikalahkan oleh Dinasti Larsa di bawah pimpinan Raja Ram Sin I tahun 1730 SM.

Peradaban keempat adalah bangsa Amorit. Di bawah Raja Hammurabi dari Dinasti Larsa, bangsa Amorit semakin kuat dan mencapai puncak kejayaan dengan membentuk kerajaan Babilonia tahun 1728 SM. Bangsa Babilonia ini mewariskan Hukum Hammurabi. Bangsa Babilonia ini kemudian dikalahkan oleh bangsa Hittit di bawah Raja Mursili I tahun 1531 SM. Bangsa Hittit kemudian kembali lagi pulang ke daerah asalnya di Alleppo dekat Anatolia. Kemudian bangsa Kassite-lah yang mengambil alih Mesopotamia sepeninggal bangsa Hittit. Bangsa Kassite ini berakhir pada masa raja Enlil-nadin-ahi tahun 1155 SM setelah diserang bangsa Elam. Bangsa Elam berasal dari daerah sebelah Timur Mesopotamia. Bangsa Elam akhirnya menguasai Mesopotamia namun pusat pemerintahannya tetap di kota Susa. Sepeninggal bangsa Elam, kekuasaan di daerah itu berada di tangan Dinasti Isin. Namun kekuatan pengaruh Dinasti Isin kalah dengan kekuatan bangsa Hittit. Beberapa tahun kemudian di Mesopotamia dinasti Isin di bawah raja Nebukadnesar I mulai menampakan kekuatannya. Sekali lagi Mesopotamia dikuasai oleh bangsa Amorite dari Dinasti Isin yang mendirikan kerajaan Babilonia. Kerajaan Babilonia ini dimulai dari tahun 1125 SM sampai 729 SM. Kerajaan Babilonia ini kemudian diruntuhkan dan dihancurkan oleh bangsa Assyria. Sebelumnya bangsa Assyria tinggal di kota Assur sebelah Utara kota Babilonia.

Peradaban kelima adalah bangsa Assyria. Tahun 729 SM bangsa Assyria di bawah raja Tiglath-Pileser III menguasai Mesopotamia. Sebelum mengalahkan bangsa Babilonia, Assyria mengalahkan bangsa Hittit terlebih dahulu yang berdiam di sebelah Utara kota Assur. Assyria kemudian membangun ibukotanya di kota Niniwe. Di bawah raja Sagon II tahun 722 SM, Assyria menyerang bangsa Aoria di Syria, bangsa Funisia di Libanon dan bangsa Israel di Palestina. Tahun 650 SM bangsa Assyria menyerbu Mesir di bawah raja Assurbanipal. Tahun 646 SM Assurbanipal menyerang kota Susa, ibukota bangsa Elam dan mengakhiri kejayaan bangsa Elam. Hal ini menyebabkan bangsa-bangsa di sekitar Mesopotamia merasa terancam. Akhirnya tahun 612, bangsa Media, bangsa Persia dan bangsa Khaldea serta juga dibantu oleh bangsa Mesir menyerang dan menghancurkan bangsa Assyria berserta kota Niniwe.

Peradaban keenam adalah bangsa Khaldea. Di bawah pimpinan raja Nabopalasar bangsa Khaldea mendirikan kerajaan Babilonia dengan ibukotanya di kota Babel. Bangsa ini menguasai Mesopotamia dan mencapai puncak kejayaan di bawah raja Nebukadnezar II (604-561 SM). Salah satu warisan bangsa ini adalah Ishtar Gate dan Taman Bergantung. Tahun 539 SM kerajaan Babilonia runtuh akibat serangan bangsa Persia dari Timur. Waktu itu kerajaan Babilonia diperintah oleh raja Belsazzar. Peradaban ketujuh adalah bangsa Persia. Bangsa Persia semula berada di daerah sebelah Timur Mesopotamia. Sebelum bangsa Persia berkuasa, bangsa yang dominan adalah bangsa Media. Di bawah pimpinan Cyrus, bangsa Persia memberontak dan mengalahkan bangsa Media. Cyrus kemudian menyerbu bangsa Lydia di Anatolia tahun 546 SM. Akhirnya tujuan penaklukan selanjutnya adalah kerajaan Babilonia di Mesopotamia. Tahun 539 SM Babilonia berhasil diruntuhkan. Ibukota Persia adalah Persepolis. Bangsa Persia mencapai puncak Kejayaan pada masa Raja Darius (521-485 SM) yang wilayahnya membentang dari India sampai Laut Tengah. Bangsa Persia juga mencoba menaklukan bangsa Yunani. Raja Xerxes (480 SM) sempat menguasai Athena serta Yunani Tengah.


Taman Gantung Babel

Taman Gantung sebenarnya tidaklah betul-betul "tergantung" seperti terikat dengan tali. Namanya berasal dari terjemahan kata Yunani Kremastos atau kata Latin pensilis, yang bermaksud bukan hanya "tergantung” tetapi "anjung," seperti terletak di atas berandah atau suatu teras. Taman ini dibangun oleh Nebukadnezar II, cucu Raja Hammurabi yang terkenal, sekitar tahun 600 SM sebagai hadiah untuk istrinya yang merindukan rumahnya, Amyitis. Amytis merindukan pohon-pohon dan tanaman wanginya di Persia, sedangkan dalam tulisan lain dikatakan bahwa istri Nebukadnezar II bernama Amuhia dan ia berasal dari Nusantara. Taman ini diperkirakan hancur sekitar 2 abad sebelum masehi. Kemudian Taman gantung ini di dokumentasikan oleh sejarawan Yunani seperti Strabo dan Diodorus Circulus.

Lembaran sejarah paling tua yang mencatat karya arsitektur yang dilengkapi taman sebagai wujud cinta kasih terhadap seseorang yang sangat disayangi adalah di Mesopotamia, Irak purba. Dalam catatan Herodotus, seorang penulis Yunani kuno, disebutkan bahwa saat Raja Nebukadnezar II yang menjadi raja di Kerajaan Babylon baru (605-562 SM), telah memerintahkan untuk membuat taman gantung yang sangat indah, sebagai hadiah kepada Amytis, sang permaisuri yang sangat disayanginya. Taman gantung merupakan wujud arsitektur pertamanan khas Mesopotamia, yang telah dikenal rakyat Mesopotamia sejak masa pemerintahan Raja Hammurabi di Kerajaan Babylon lama (1792-1750 SM). Di antara bangunan-bangunan kota yang tinggi mencuat di permukaan tanah itulah biasanya ditanami tanaman-tanaman yang indah, sehingga dari kejauhan terlihat seperti taman yang menggantung.
Taman gantung yang dibangun Raja Nebukadnezar II yang puncak kejayaannya sekitar 612 SM, kemudian menjadi sangat terkenal ke seluruh penjuru dunia dan dikagumi rancangannya hingga kini. Taman Gantung Babylon ini kemudian menjadi monumen agung Kerajaan babylon yang tiada duanya. Luas taman ini diperkirakan 4 are (1 acre = 4046.86 m²). Wujud arsitekuralnya sangat unik, karena bertingkat-tingkat. Taman ini ditanami berbagai pepohonan indah dan dilengkapi sistem pengairan hingga ketinggian 100 meter di atas permukaan tanah. Dari puncak taman ini dapat disaksikan pemandangan di sekeliling Kerajaan Babylonia.

Kota Tua Babilonia, di bawah pemerintahan Nebukadnezar II, telah menjadi suatu kota yang sangat menakjubkan, bagi mata para wisatwan. Menurut Herodous, seorang ahli sejarah pada 450 SM, disamping karena ukurannya yang sangat luas, kemegahan Babilonia melebihi kota-kota yang terkenal di seluruh dunia. Herodotus mengklaim bahwa tembok sisi luar kota Babilonia, memiliki panjang 56 mil, dengan ketebalan 80 kaki dan ketinggian 320 kaki. Cukup luas, katanya, bagi empat kereta kuda untuk berputar. Tembok sebelah dalamnya tidak setebal tembok bagian luar, dan juga tidak sekuat tambok bagian luar. Di bagian dalam tembok ini, terdapat benteng-benteng dan kuil-kuil yang di dalamnya terdapat patung yang sangat besar, yang terbuat dari emas murni. Jika menapaki kota ini lebih jauh, akan tampak menara Babel, yang merupakan kuil dewa Marduk, yang berusaha untuk menggapai surga. Meskipun pengujian-pengujian arkeologi, membantah beberapa pernyataan Herodotus (panjang tembok bagian luar sebenarnya hanya 10 mil dan tidak setinggi yang dinyatakan), tetapi tulisan-tulisan Herodotus telah memberikan kepada kita, betapa megah dan indahnya kota ini, sehingga menarik untuk dikunjungi.

Menurut perhitungan para ahli, taman tersebut dibangun oleh raja Nebukadnezar, yang memerintah kota tersebut selama 43 tahun, mulai tahun 605 SM. Meskipun tidak didukung bukti yang kuat, ada juga pendapat atau cerita lain yang menyatakan bahwa taman ini dibangun oleh Ratu Assyrian Semiramis, yang pernah memerintah selama 5 tahun, yaitu mulai tahun 810 SM.  Taman ini menunjukkan puncak kejayaan dan kemajuan kota Babilonia, dan raja Nebukadnezar menggagas dibuatnya hiasan-hiasan yang mengagumkan pada kuil-kuil, jalan-jalan, istana-istana dan dinding-dinding.

Menurut para ahli sejarah, taman tersebut dibangun untuk mengatasi kerinduan isteri Nebukadnezar, Amytris. Amytris adalah anak perempuan dari Raja Medes, yang dinikahi Nebukadnezar untuk menyatukan kedua Negara. Wilayah negara dimana Amytris berasal, merupakan wilayah yang subur dengan daratan yang hijau bagaikan permadani, berbukit-bukit, dan dia menjumpai tanah dataran di Mesopotamia. Raja kemudian memutuskan untuk mendisain ulang dataran di istana dengan membangun sebuah bukit tiruan dengan taman-taman yang berjenjang ke atas. Nama Taman Gantung Babilonia merupakan terjemahan yang kurang tepat dari kata Yunani “kremastos” atau kata bahasa Latin “pensilis”, yang mana artinya tidak hanya menggantung, tetapi tanaman yang menggantung di teras atau balkon. Seorang pakar Geografi Yunani, Strabo, yang mendeskripsikan taman tersebut pada abad pertama SM, menulis sebagai berikut, “ taman ini terdiri dari teras yang memiliki kubah atau kolom-kolom cekungan, yang tersusun, satu di atas yang lain, dan berdiri di atas pilar-pilar berbentuk kubus. Cekungan-cekungan ini diisi dengan tanah sehingga pohon-pohon berukuran besar dapat di tanam di dalamnya. Pilar-pilar, kolom-kolom, dan teras-teras tersebut dibuat dari batu dan aspal.

Diodorus Siculus, ahli sejarah Yunani, menyatakan bahwa dasar dimana taman tersebut didirikan, terdiri dari lempeng batu yang sangat besar, yang sebelumnya belum pernah didengar di babel. Dasar itu ditutupi dengan lapisan dari sejumlah buluh atau alang-alang, aspal dan ubin. Di atasnya lagi diletakkan suatu penutup dengan lembaran dari timah, sehingga kelembaban yang ada dalam tanah tidak akan menyebabkan pembusukan di dasarnya. Di atas semua itu ditempatkan tanah dengan kedalaman tertentu, yang cukup untuk menanam pohon yang paling besar sekalipun. Ketika tanah sudah ditempatkan dan digemburkan, taman ini sudah dapat ditanami dengan berbagai macam pepohonan, sehingga kemegahan maupun keindahan dapat menyenangkan siapapun yang memandangnya. Seberapa besar taman ini? Diodorus menceritakan, bahwa taman ini lebarnya 400 kaki, panjangnya juga 400 kaki dan tingginya lebih dari 80 kaki. Yang lain menduga, bahwa tinggi taman ini sama dengan tingginya tembok sebelah luar. Tembok yang Herodotus katakan, memiliki tinggi 320 kaki. Bagaimanapun juga taman ini memberikan pemandangan yang sangat menakjubkan, hijau, rimbun dengan bukit-bukit buatan yang berjenjang. Tetapi apakah hal ini benar-benar nyata? Herodotus tidak pernah menyebutnya.

Ini adalah salah satu pertanyaan yang juga diajukan oleh seorang arkeologis Jerman, Robert Koldewey, pada tahun 1899. Selama berabad-abad sebelumnya, kota kuno Babilonia sebenarnya sudah tidak ada, tetapi terdapat gundukan tanah dari serpihan berlumpur. Tidak seperti beberapa lokasi kuno lainnya, posisi kota Babilonia dikenal dengan baik, tetapi tidak ada satupun sisa-sisa arsitektur yang masih tampak. Koldewey menggali di lokasi Babel selama 14 tahun dan menemukan beberapa bekas terdiri dari tembok luar, tembok dalam, pondasi menara Babel, Istana Nebukadnezar jala-jalan yang melewati jantung kota. Saat menggali di sebelah Selatan Citadel, Kodewey menemukan sebuah lantai dasar dengan 14 buah ruangan yang besar dengan batu dan langit-langit yang berbentuk melengkung (busur). Catatan kuno menunjukkan, hanya dua lokasi di dalam kota yang pembuatannya menggunakan batu, yaitu Tembok Utara di bagian Utara Citadel dan Taman Gantung. Dinding Utara di sebelah Utara Citadel sudah dapat ditemukan dan memang benar terbuat dari batu. Hal ini nampaknya seperti gudang yang ditemukan Koldewey di bawah taman.

Ia kemudian terus melanjutkan eksplorasi di area tersebut dan menemukan beberapa gmabaran seperti yang dilaporkan Diodorus. Di lantai sebuah ruangan yang digali ditemukan adanya tiga lobang besar yang aneh. Koldewey menyimpulkan, itu adalah lokasi dari rangkaian pompa yang mengalirkan air ke atas, ke atap taman. Dasar yang ditemukan Koldewey, berukuran 100 x 150 kaki. Lebih kecil dari ukuran yang dideskripsikan oleh para ahli sejarah kuno, tetapi masih agak relevan.  Bagi seseorang pastilah akan terheran-heran, jika Ratu Armytis sudah merasa bahagia dengan fantasinya itu dan dengan hanya melihat hijaunya "gunung-gunung" yang ditanami dengan pinus dari tanah kelahirannya.

Tawarikh Nabonidus

Secara bahasa, Nabonidus berasal dari Bahasa Babilonia yang artinya ”Nebo (Dewa Babilonia Ditinggikan)”. Dalam catatan sejarah, penguasa tertinggi yang terakhir di Imperium Babilonia adalah ayah Belsyazar. Berdasarkan teks-teks berhuruf paku, ia dianggap memerintah selama kira-kira 17 tahun (556-539 SM). Ia sangat berminat akan kesusastraan, seni, dan agama. Dalam inskripsi-inskripsinya, Nabonidus mengaku sebagai keturunan bangsawan. Sebuah lempeng yang ditemukan di dekat Haran kuno membuktikan bahwa ibu atau nenek Nabonidus adalah penyembah setia dewa bulan, Sin. (Ancient Near Eastern Texts, diedit oleh J. Pritchard, 1974, hlm. 311, 312) Sebagai raja, Nabonidus sangat setia beribadat kepada dewa bulan, baik di Haran maupun di Ur, tempat dewa ini sangat dominan.—GAMBAR, Jil. 2, hlm. 324.

Lempeng-lempeng berhuruf paku dari tahun kedelapan pemerintahan Nebukhadnezar (Nisan 617-Nisan 616 SM) menyebutkan bahwa seseorang yang bernama Nabu-naid ”berkuasa atas kota itu”, dan beberapa sejarawan menganggap orang ini sama dengan Nabonidus yang belakangan menjadi raja. Akan tetapi, ini berarti Nabonidus masih sangat muda pada waktu diangkat untuk jabatan administratif tersebut dan juga sudah sangat lanjut usia ketika Babilon jatuh, kira-kira 77 tahun kemudian (539 SM). Sewaktu membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun ke-20 pemerintahan Nebukhadnezar (Nisan 605-Nisan 604 SM), sejarawan Yunani bernama Herodotus menguraikan tentang suatu traktat yang diadakan antara orang Lidia dan orang Media, yang mediatornya adalah seseorang yang bernama ”Labinetus dari Babilonia”. Labinetus dianggap sebagai nama untuk Nabonidus yang digunakan Herodotus dalam tulisan-tulisannya. Belakangan, Herodotus (I, 188) menyebutkan bahwa Kores, orang Persia, berperang melawan putra Labinetus dan Nitokris.

Dalam buku dari Yale Oriental Series yang berjudul Nabonidus and Belshazzar, Profesor R. P. Dougherty mengajukan hipotesis bahwa Nitokris adalah putri Nebukhadnezar, dan karena itu Nabonidus (Labinetus) adalah menantu Nebukhadnezar. (1929, hlm. 63; lihat juga hlm. 17, 30.) Selanjutnya, ”putra” Nitokris dan Nabonidus (Labinetus), yang disebutkan Herodotus, diperkirakan adalah Belsyazar yang diserbu oleh Kores. Meskipun didasarkan atas banyak penalaran deduktif dan induktif, argumen ini dapat menjelaskan alasan pengangkatan Nabonidus sebagai raja Babilonia. Hal itu juga selaras dengan fakta berdasarkan Alkitab bahwa Nebukhadnezar disebut sebagai ’bapak’ dari Belsyazar, putra Nabonidus (Dan 5:11, 18, 22); kata ’bapak’ adakalanya berarti kakek atau leluhur. Maka, berdasarkan anggapan ini, Belsyazar adalah cucu Nebukhadnezar.—Akan tetapi, lihat BELSYAZAR. Nabonidus naik takhta setelah Labasyi-Marduk dibunuh. Namun, fakta bahwa dalam salah satu inskripsinya Nabonidus menyebut dirinya sebagai ”utusan yang berkuasa” bagi Nebukhadnezar dan Neriglisar menunjukkan bahwa ia mengaku telah mendapatkan kedudukan sebagai raja secara sah dan bukan merebut takhta.

Pada sejumlah prisma, Nabonidus menyebutkan nama putra sulungnya, Belsyazar, bersama namanya sendiri dalam doa-doanya kepada dewa bulan. (Documents From Old Testament Times, diedit oleh D. W. Thomas, 1962, hlm. 73) Sebuah inskripsi memperlihatkan bahwa pada tahun ketiga pemerintahannya, sebelum ia maju dalam suatu kampanye militer yang sukses menaklukkan Tema di Arab, Nabonidus mengangkat Belsyazar menjadi raja di Babilon. Teks yang sama itu menunjukkan bahwa Nabonidus membuat rakyat imperiumnya sakit hati karena ia lebih berkonsentrasi pada penyembahan dewa bulan dan tidak lagi berada di Babilon untuk merayakan perayaan Tahun Baru. Menurut dokumen yang dikenal sebagai Tawarikh Nabonidus, pada tahun ke-7, ke-9, ke-10, dan ke-11 pemerintahannya, Nabonidus berada di kota Tema, dan setiap kali ia berada di sana, dokumen itu menyatakan, ”Raja tidak datang ke Babilon [untuk upacara-upacara bulan Nisanu]; (patung) dewa Nebo tidak dibawa ke Babilon, (patung) dewa Bel tidak keluar (dari Esagila untuk ditampilkan dalam arak-arakan), pera[yaan Tahun Baru diabaikan].” (Ancient Near Eastern Texts, hlm. 306) Karena teks itu tidak utuh lagi, catatan tentang tahun-tahun lainnya tidak lengkap.

Tentang kota Oasis Tema, catatan lain menyatakan, ”Ia memperindah kota itu, membangun (di sana) [istananya] seperti istana di Su·an·na (Babilon).” (Ancient Near Eastern Texts, hlm. 313) Tampaknya, Nabonidus mendirikan istananya di Tema, dan teks-teks lain memperlihatkan bahwa para kafilah mengangkut perbekalan dari Babilonia ke sana. Meskipun Nabonidus tidak melepaskan kedudukannya sebagai raja imperium itu, ia mempercayakan pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan Babilon kepada Belsyazar. Karena Tema adalah salah satu kota di persimpangan rute-rute kafilah zaman dahulu yang melaluinya emas dan rempah-rempah dibawa melewati negeri Arab, ada kemungkinan Nabonidus berminat pada kota itu karena alasan-alasan ekonomi atau mungkin karena faktor-faktor strategi militer. Ada juga yang memperkirakan bahwa dari segi politik ia menganggap bijaksana apabila urusan-urusan Babilonia ditangani melalui putranya. Faktor-faktor lain, seperti iklim Tema yang baik untuk kesehatan dan sangat dominannya penyembahan bulan di negeri Arab, juga diajukan sebagai kemungkinan mengapa Nabonidus lebih menyukai Tema.

Hingga kini tidak ada keterangan tentang kegiatan Nabonidus antara tahun ke-12 dan tahun terakhir pemerintahannya. Untuk mengantisipasi serangan dari Media dan Persia di bawah Kores Agung, Nabonidus beraliansi dengan Imperium Lidia dan Mesir. Tawarikh Nabonidus memperlihatkan bahwa Nabonidus kembali ke Babilon pada tahun ketika orang Media-Persia menyerang, yakni sewaktu perayaan Tahun Baru sedang dirayakan dan berbagai patung dewa-dewi Babilonia dibawa ke kota itu. Sehubungan dengan gerak maju Kores, Tawarikh itu selanjutnya menyatakan bahwa, setelah memperoleh kemenangan di Opis, ia merebut Sipar (± 60 km di sebelah utara Babilon) dan ”Nabonidus melarikan diri”. Kemudian, ini diikuti dengan kisah penaklukan Babilon oleh Media-Persia, dan dikatakan bahwa Nabonidus ditangkap ketika kembali ke sana. (Ancient Near Eastern Texts, hlm. 306) Tulisan-tulisan Berosus, imam Babilonia pada abad ketiga SM, menceritakan bahwa Nabonidus maju untuk bertempur melawan pasukan Kores tetapi kalah. Selanjutnya diceritakan bahwa Nabonidus mencari perlindungan di Borsippa (di sebelah selatan barat-daya Babilon) dan bahwa, setelah Babilon jatuh, Nabonidus menyerah kepada Kores dan setelah itu dideportasi ke Karmania (di bagian selatan Persia). Kisah ini selaras dengan catatan Alkitab di Daniel pasal 5, yang memperlihatkan bahwa Belsyazar menjadi wakil raja di Babilon pada waktu imperium itu digulingkan.

Sehubungan dengan nama Nabonidus yang tidak disebutkan secara langsung di pasal 5 buku Daniel, patut diperhatikan bahwa Daniel hanya memberikan sangat sedikit keterangan tentang peristiwa sebelum kejatuhan Babilon, dan kehancuran sesungguhnya atas imperium itu hanya dijabarkan dengan beberapa patah kata. Akan tetapi, Daniel 5:7, 16, 29 menunjukkan bahwa Nabonidus memerintah sebagai raja karena dalam ayat-ayat ini Belsyazar menawarkan kepada Daniel kedudukan sebagai penguasa ketiga di kerajaan itu, yang menyiratkan bahwa Nabonidus adalah penguasa pertama dan Belsyazar yang kedua. Oleh karena itu, Profesor Dougherty berkomentar, ”Pasal kelima buku Daniel dapat dianggap cocok dengan fakta yang tidak mencantumkan Nabonidus dalam narasinya, karena kelihatannya dia tidak ikut terlibat dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika Gobrias [yang menjadi kepala pasukan Kores] memasuki kota itu.”—Nabonidus and Belshazzar, hlm. 195, 196; lihat juga hlm. 73, 170, 181; lihat Dan 5:1, Rbi8, ctk.


Membincang Tawarikh Nabonidus

Tawarikh ini adalah fragmen lempeng tanah liat yang kini disimpan di British Museum, dan juga disebut ”Tawarikh Kores-Nabonidus” dan ”Lempeng Catatan Tahunan Kores”. Tawarikh ini terutama menggambarkan peristiwa-peristiwa penting pada masa pemerintahan Nabonidus, penguasa tertinggi yang terakhir di Babilon; di dalamnya juga terdapat catatan singkat tentang kejatuhan Babilon ke tangan pasukan Kores. Walaupun tidak diragukan bahwa tawarikh ini berasal dari Babilon dan ditulis dengan huruf paku Babilonia, para pakar yang telah memeriksa gaya tulisannya menyatakan bahwa tawarikh tersebut mungkin berasal dari periode dinasti Seleukus (312-65 SM), jadi dua abad atau lebih setelah zaman Nabonidus. Hampir dapat dipastikan bahwa tawarikh itu merupakan salinan dari dokumen yang sudah ada sebelumnya. Isi tawarikh ini nadanya sangat memuliakan Kores dan sangat merendahkan Nabonidus sehingga ada anggapan bahwa penulisnya adalah orang Persia, dan bahwa itu sebenarnya adalah ”propaganda Persia”. Akan tetapi, walaupun mungkin saja halnya demikian, para sejarawan merasa bahwa data yang terperinci pada tawarikh itu dapat diandalkan.

Sekalipun catatan Tawarikh Nabonidus sangat singkat—ukuran lempeng itu hanya sekitar 14 cm pada bagian yang paling lebar dan panjangnya hampir sama—lempeng itu tetap merupakan catatan berhuruf paku terlengkap yang masih ada mengenai kejatuhan Babilon. Pada kolom ketiga dari empat kolomnya, mulai dari baris ke-5, bagian-bagian yang relevan berbunyi, ”[Tahun ketujuh belas:] . . . Pada bulan Tasritu, ketika Kores menyerang pasukan Akad di Opis di tepi S. Tigris, penduduk Akad memberontak, tetapi ia (Nabonidus) membantai penduduk yang telah dikacaubalaukan itu. Pada hari ke-14, Sipar direbut tanpa perlawanan. Nabonidus melarikan diri. Pada hari ke-16, Gobrias (Ugbaru), gubernur Gutium, dan bala tentara Kores memasuki Babilon tanpa harus bertempur. Selanjutnya Nabonidus ditangkap di Babilon ketika ia kembali (ke sana). . . . Pada bulan Arahsyamnu, pada hari ke-3, Kores memasuki Babilon, ranting-ranting hijau ditebarkan di hadapannya—keadaan ’Damai’ (sulmu) diberlakukan atas kota itu.”—Ancient Near Eastern Texts, hlm. 306.

Perlu diperhatikan bahwa frasa ”Tahun ketujuh belas” tidak tercantum pada lempeng itu karena bagian teks tersebut telah rusak. Frasa ini disisipkan oleh para penerjemah sebab mereka berpendapat bahwa tahun ke-17 adalah tahun terakhir pemerintahan Nabonidus. Jadi, mereka menganggap kejatuhan Babilon terjadi pada tahun itu dalam masa pemerintahannya, dan jika lempeng itu tidak rusak, kata-kata tersebut akan tercantum pada bagian yang kini sudah rusak itu. Bahkan andaikata masa pemerintahan Nabonidus lebih panjang daripada perkiraan umum, hal ini tetap tidak mengubah tahun yang sudah diterima, yaitu tahun 539 SM, sebagai tahun kejatuhan Babilon, karena ada sumber-sumber lain yang menunjuk ke tahun itu. Akan tetapi, faktor ini memang hingga taraf tertentu mengurangi nilai Tawarikh Nabonidus. Meskipun tahun tersebut hilang, bulan dan hari kejatuhan kota itu tercantum pada bagian teks yang masih ada. Berdasarkan teks yang ada ini, para ahli kronologi sekuler membuat perhitungan bahwa hari ke-16 bulan Tasritu (Tisri) jatuh pada tanggal 11 Oktober menurut kalender Julius dan 5 Oktober menurut kalender Gregorius tahun 539 SM. Karena diterima umum, dan tidak ada bukti yang bertentangan dengannya, tanggal ini dapat digunakan sebagai tanggal yang sangat penting dalam menyelaraskan sejarah sekuler dengan sejarah dalam Alkitab.

Menarik sekali, sehubungan dengan malam kejatuhan Babilon, Tawarikh itu menyatakan, ”Pasukan Kores memasuki Babilon tanpa harus bertempur.” Hal ini agaknya memaksudkan tidak ada peperangan seperti biasanya dan ini sejalan dengan nubuat Yeremia bahwa ”pria-pria perkasa dari Babilon telah berhenti berperang”.—Yer 51:30. Selain itu, yang menarik adalah rujukan yang jelas sekali kepada Belsyazar dalam Tawarikh tersebut. Meskipun nama Belsyazar tidak disebutkan secara spesifik, di bagian-bagian selanjutnya dalam Tawarikh itu (kol. II, baris 5, 10, 19, 23), Sidney Smith, dalam karyanya Babylonian Historical Texts: Relating to the Capture and Downfall of Babylon (London, 1924, hlm. 100), kolom 1, baris 8, menafsirkan bahwa Nabonidus mempercayakan jabatan raja kepada Belsyazar dengan menjadikannya rekan penguasa. Berulang-ulang Tawarikh itu menyatakan bahwa ’putra mahkota berada di Akad [Babilonia]’ sedangkan Nabonidus berada di Tema (di negeri Arab). Akan tetapi, fakta bahwa nama Belsyazar maupun kematiannya tidak disebutkan dalam Tawarikh Nabonidus sama sekali bukan alasan untuk meragukan keakuratan buku Daniel yang terilham. Dalam buku itu, nama Belsyazar muncul delapan kali dan kematiannya mengakhiri kisah yang hidup tentang tergulingnya Babilon yang diceritakan dalam pasal 5. Sebaliknya, para pakar huruf paku mengakui bahwa Tawarikh Nabonidus itu sangat singkat, dan selain itu, seperti diperlihatkan di atas, mereka berpendapat bahwa itu ditulis untuk merusak reputasi Nabonidus, dan bukan untuk memberikan sejarah yang terperinci. Memang, seperti yang dikatakan R. P. Dougherty dalam karyanya Nabonidus and Belshazzar (hlm. 200), ”Catatan Alkitab dapat dianggap lebih unggul karena menggunakan nama Belsyazar.". Meskipun kolom ke-4 Tawarikh tersebut rusak berat, berdasarkan keterangan yang masih tersisa para pakar menyimpulkan bahwa pokok yang dibahas adalah pengepungan atas Babilon di kemudian hari oleh seorang perebut takhta. Setelah pengepungan oleh Kores, Babilon belakangan dikepung lagi, yang pertama oleh Nebukhadnezar III yang memberontak, yang mengaku sebagai putra Nabonidus, Nidintu-Bel. Ia dikalahkan pada saat Darius I naik takhta, yakni pada akhir tahun 522 SM. Meskipun kolom ke-4 Tawarikh tersebut rusak berat, berdasarkan keterangan yang masih tersisa para pakar menyimpulkan bahwa pokok yang dibahas adalah pengepungan atas Babilon di kemudian hari oleh seorang perebut takhta. Setelah pengepungan oleh Kores, Babilon belakangan dikepung lagi, yang pertama oleh Nebukhadnezar III yang memberontak, yang mengaku sebagai putra Nabonidus, Nidintu-Bel. Ia dikalahkan pada saat Darius I naik takhta, yakni pada akhir tahun 522 SM.

Tidak ada komentar: