Prinsip Ekologi Islam Mulla Shadra –Bagian Kedua






Oleh Seyyed Mohsen Miri


Islam dan Lingkungan Hidup

Di akhir bagian tulisan ini, izinkan saya mengulas secara ringkas sejumlah ajaran Islam yang terkait dengan pemeliharaan dan pengelolan lingkungan hidup. Salah satu prinsip filsafat lingkungan hidup Islam adalah bahwa alam semesta diciptakan berdasarkan keseimbangan dan harmoni antar anggota alam tersebut. Selain itu, manusia harus berusaha maksimal untuk menjaga keseimbangan dan berinteraksi secara benar dengan maujud-maujud lain di alam.

Tentang keseimbangan dan harmoni alam semesta, Allah berfirman: “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih sesuatu yang tidak seimbang” (Al-Mulk: 13). Segala sesuatu tercipta berdasarkan perhitungan dan ukuran dan ditempatkan di posisi yang tepat: “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapih-rapihnya” (Al-Furqan: 2). “Segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya”(Ar-Ra’d: 8). “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan, bintang dan pohon tunduk kepadaNya, Allah meninggikan langit dan Dia meletakkan necara” (Ar-Rahman: 5-8). “Ciptaan Tuhan Yang telah mengokohkan segala sesuatu” (An-Naml: 88). Tidak satupun benda tercipta sia-sia: “dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.. Ya Tuhan Kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau..” (Ali Imraan: 191). Metode penciptaan terbaik telah digunakan Oleh Tuhan: “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya” (As-Sajdah: 7). Kehidupan segala sesuatu tergantung pada air menurut Al-Quran “Dan Kami Jadikan dari air segala sesuatu yang hidup” (Al-Anbiyaa: 30). Air telah diciptakan sesuai takaran khusus: ”Dan Kami turunkan air dari langi menurut suatu ukuran lalu kami jadikan air itu menetap di bumi dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya” (Al-Mu’minuun: 18). Relasi danta kuantitas segala sesuatu telah ditentukan dengan sangat teliti: “Dan Kami telah menghamparkann bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran” (Al-Hijr: 19).

Tentang harmoni antara angin, air dan tumbuh-tumbuhan Al-Quran berifrman: “Dan Dialah yang mengirim angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmatNya, hingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami kelurkan dengan sebab hujan itu beragam buah-buahan” (Al-A’raaf: 57). Adapun tentang keserasian antara bumi, langit, air dan manusia: “Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap” (Al-Baqarah: 22). “Bukankah Kami telah jadikan bumi sebagai hamparan” (An-Naba’: 6). “Dan bumi sesudah itu dihamparkannya. Dia memancarkan darinya mata air dan tetumbuhan. Dan gunung-gunung dipancangkanNya dengan teguh untuk kesenangan kalian dan ternak kalian” (An-Nazi’at: 30-33).

Jika manusia menjaga keseimbangan ini dan tidak merusaknya ia telah memaksimalkan keuntungannya dari alam, karena sejak semula alam diciptakan untuk digunakan manusia. “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian” (Al-Baqarah: 29). “Tidakkah kalian perhatikan sesungguhnya Allah menundukkan untuk kalian apa yang di langit dan apa yang di bumi dan telah menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin” (Luqmaan: 20). “Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan untuk kalian, agar kalian dapat memakan darinya daging yang segar, dan kalian mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai dan engkau melihat bahtera berlayar padanya dan agar kalian mencari dari karuniaNya dan agar kalian bersyukur” (An-Nahl: 14).

Allah lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air dari langit lalu Dia keluarkan darinya dari buah-buahan rizki bagi kalian dan Dia tundukkan bahtera untuk berlayar di laut dengan perintahNya dan menjadikan bagi kalian sungai-sungai. Dan menjadikan bagi kalian matahari dan bulan silih berganti dan menjadikan bagi kalian malam dan siang. Ia telah berikan bagi kalian dari segala yang kalian minta dan jika kalian menghitung nikmat Allah maka tidak akan dapat kalian hitung” (Ibrahim: 32-34). Adapun tentang keharusan manusia menjaga keseimbangan dan tidak merusaknya dan bersikap sebaik mungkin berdasarkan iman dan amal salih dengan alam dan makhluk lainnya, Al-Quran berfirman: “Dan Jika penghuni desa beriman dan bertakwa maka akan kami bukakan untuk mereka berkat-berkat dari langit dan bumi” (Al-A’raaf: 96).

Salah satu prinsip Islam yang penting seputar lingkungan hidup adalah perhatian yang mendalam tentang menanam pohon. Allah swt berulangkali mengingatkan kemudahan yang telah Dia berikan kepada manusia dan menghitungnya sebagai suatu karunia: Dan Dialah yang menurunkan air dari langit dan lalu Kami keluarkan tumbuh-tumbuhan dari segala jenis, lalu Kami keluarkan darinya yang hijau”. Dari sisi lain, berulang kali Rasulullah saw menghimbau kita untuk hal ini: “Seorang muslim tidak menanam tanaman lalu kemudian seekor burung, manusia atau binatang memakan dari tanaman itu melainkan Allah menulis baginya sedekah” (Hadits muttafaqun alaih, lu’lu’ wa lmarjan, hadis ke-1001). “Barangsiapa merawat pohon sampai tegak dan berbuah, maka setiap kali ada yang memakan dari buahnya terhitung sedekah baginya di sisi Allah” (H.R Ahmad, 4, 51, 5, 274).

Dari sisi lain Islam menekankan pemberdayaan tanah dengan cara menanam tanaman. Untuk itu, selain pahala ukhrawi Islam juga menentukan balasan materil: “Barangsiapa menghidupkan tanah, maka itu menjadi miliknya” (H.R Abu Daud 2073). Islam juga melarang pengrusakan bumi: “Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya..” (Al-A’raaf: 56). “Makan dan minumlah dari rizki Allah dan janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan” (Al-Baqarah: 60). “..dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Al-Maidah: 64).

Tentang bagaimana memenfaatkan binatang ternak, ajaran Islam menunjukkan nilai moral abadi tentang bagaimana seharusnya kehormatan makhluk lain dijaga: “Tidak seorang muslim pun yang membunuh burung gereja atau yang lain, tanpa memberikan haknya, kecuali Allah akan mempertanyakan itu darinya. Ditanya: Apa hak burung itu Ya Rasulullah? Beliau menjawab: menyembelihnya lalu memakannya dan tidak memotong kepalanya lalu membuangnya” (H.R Ahmad, 6001). Islam juga melarang berburu binatang dan burung hanya untuk rekreasi dan hobi.

Islam mengajarkan agar mengisolasi binatang yang berpenyakit menular dari binatang yang lain agar tidak menjangkiti yang lain. Dasar untuk menjaga semua jenis binatang ayat ini saja sudah mencukupi: “Ya Tuhan Kami tiadalah Engkau menciptakan ini sia-sia, Maha Suci Engkau” (Ali Imraan: 191). Semua makhluk diciptakan berdasarkan tujuan dan fungsi tertentu. Oleh sebabnya dilarang memunahkan spesies tertentu: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah kami alpakan sesuatupun di dalam al-Kitab..” (Al-An’aam: 38). Dalam riwayat lain dari Bukhari dijelaskan bahwa seorang wanita disiksa di api neraka. Itu dikarenakan ia memenjarakan seekor kucing lalu tidak memberinya makan dan minum sampai mati. Islam melarang memotong pohon, membakar ladang dan tumbuh-tumbuhan musuh. Begitu juga menutup aliran air minum untuk musuh dan perlakuan kejam terhadap tawanan.

Asketisme Islam dan Lingkungan Hidup

Manusia yang menapak jalan menuju kesempurnaan material dan spiritual, tidak akan melancarkan peperangan, penghancuran dan berlaku serakah. Ia akan dapat memaksimalkan keuntungan dari karunia ilahi dari langit dan bumi. Namun sayangnya, seringnya umat manusia tidak berlaku demikian dan oleh sebab itu terjadi banyak kerusakan di alam semesta: Telah muncul kerusakan di darat dan laut akibat ulah manusia”. (Ar-Ruum: 41)

Manusialah dengan perilakunya yang menjauh dari keseimbangan, penyebab krisis dan tercerainya ekosistem bumi. Mungkin para malaikat karena kawatir akan hal ini bertanya kepada Tuhan saat Dia hendak menjadikan manusia sebagai penggantiNya di bumi: “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yang merusak di sana dan menumpahkan darah, sementara kami bertasbih dan mensucikanMu” (Al-Baqarah: 20). Tuhan tentunya menjawab bahwa Aku mengetahui yang kalian tidak mengetahui yang berarti walaupun apa yang kalian katakan itu benar, tetapi itu bukan seluruh kebenaran. Manusia adalah makhluq yang ditiupkan ke dalamnya dari Ruh Tuhan: “Dan Aku tiup ke dalamnya dari RuhKu” (Al-Hijr: 29). Oleh sebab itulah manusia, dengan keimanan kepada Allah dan mentaati ajaran agamaNya, dapat berinteraksi secara seimbang dan harmonis dengan manusia lain, alam semesta dan ekosistem dan menjaga mereka dari kehancuran.

Doktrin moralitas Islam, secara keseluruhan, terdiri atas keingkaran terhadap poros diri dan azas kepentingan diri sendiri. Dengan melihat Haji, kita dapat melihat perbaikan diri dan kesempurnaan manusia diperoleh melaui penghormatan terhadap alam. Sewaktu di miqat kita memegang janji ihram dan memasuki batasanNya, kita tidak dapat bahkan menyakiti semut atau mencabut tumbuhan maupun semak; kita tidak dapat merusak alam, tidak mengenakan pakaian yang penuh warna, dan lain-lain. Dan kita harus menghindari segala sesuatu yang merupakan wujud sifat keegoisan dan sifat poros diri sendiri. Dalam ihram, manusia belajar bagaimana menyampaikan pelajaran kepatuhan dan menghormati hak makhluk lain dan hak penciptanya sendiri atas seluruh hidupnya dan tidak melupakannya meskipun sejenak. Ibrahim, Nabi besar aliran monotheisme, mencapai kesempurnaan yang sesungguhnya saat dia berhasil melalui ujian ihram.

Untuk memanfaatkan alam, manusia yang beragama, saat merasakan kemiskinan dan masalah, akan berpegang bukan kepada kekuatan yang menghancurkan dan merusak, tetapi atas dasar kebaikan dan kemurahan Tuhan. Mari kita lihat doa untuk mendapatkan hujan dan bagaimana kita harus keluar kota dengan orang yang lebih tua, anak-anak, orang-orang lemah, dan hewan yang haus; bagaimana kita harus mengangkat tangan ke langit dan memohon hujan dari Tuhan; hujan adalah rahmat, kegembiraan, dan kemurahan, yang mebawa pada syukur. Dan berdasaran doktrin religi, cara tepat bersyukur kepad Tuhan adalah dengan melengkapi rahmat Ketuhanan dengan tepat dan cara yang benar.

Tuhan melengkapi pengolahan, kerja, dan pengembangan alam, dan rahmat kepadaNya dan menegaskan: Apakah engkau yang mengolahnya atau Kami? Dengan arti, adalah kerja Tuhan yang menunjukkan hasil dan mempengaruhi alam. Tuhan menyebutkan bahwa air adalah sumber dari segalanya. Dan Kami buat segalanya yang hidup dari air.”

Berdasarkan doktrin Islam, manusia berterima kasih kepada Tuhan atas segala butir yang dia dapatkan, dan dia mendapatkan kesenangan spiritual dengan memenuhi kewajiban ini. Dalam sudut pandang Islam, “al-mulku li-llah”, sebagaimana disebutkan, kepemilikan yang sesungguhnya merupakan milik yang Maha Kuasa Tuhan , dan tidak ada seorang pun yang memiliki hak kepemilikan mutlak atas segala sesuatu. Segala sesuatunya adalah kepercayaan Tuhan (amanah), dan manusia sempurna adalah yang menjalankan kepercayaan dengan hati-hati; pencarian kekuasaan atas alam adalah suatu bentuk tirani.

Budaya dan dimensi spiritual dibutuhkan untuk mengubah jiwa pencarian kekuasaan pada manusia menjadi rendah hati, sehingga manusia akan mennghargai usaha mempertahankan alam layaknya nyawanya sendiri dan mengubah korelasi destruktif menjadi kreatif dan dinamis. Dalam agama Islam, semua aktivitas manusia melambangkan suatu aspek pelayanan, misalnya saja mempertahankan dan mengembangkan lingkungan alami. “Katakanlah, doaku dan ibadah dan hidup dan mati milik Tuhan, penguasa alam raya.”

Tidak ada komentar: