Dongeng Negeri Telaga Kahana (Bab Pertama)


Hak cipta ©Sulaiman Djaya

Setelah berjalan selama beberapa jam di jalan setapak itu, Siswi Karina akhirnya sadar bahwa jalan setapak yang dilaluinya tersebut berhenti pada sebuah sungai jernih, hingga segala yang ada di dasar sungai itu tampak jelas terlihat oleh sepasang matanya yang indah. Ia pun tergoda untuk memandangi segala yang ada di dasar sungai tersebut, sebab apa saja yang ia lihat di dasar sungai tersebut belum pernah ia lihat sebelumnya.

Namun tiba-tiba sebuah perahu mungil yang dikayuh empat peri muncul begitu saja di depannya. “Naiklah! Kami akan membawamu ke tempat-tempat yang belum pernah kau-lihat,” ujar salah satu peri tersebut. Terbujuk oleh ajakan salah satu peri tersebut, Siswi Karina pun segera mengangkat salah satu kakinya dan lalu menginjakkan salah satu kakinya ke perahu mungil itu.

Empat peri itu pun mulai mendayung, dan setelah agak lama saling terdiam, salah satu peri itu mencoba mengajak Siswi Karina berbincang. “Apa kau senang?” “Ya aku senang. Tapi aku tak tahu di mana aku berada sekarang ini,” jawab Siswi Karina. “Nanti juga akan tahu!” kata peri yang lainnya lagi.

Selama satu jam lebih mereka mendayung perahu mungil itu, sampai-lah mereka di sebuah tempat yang mereka tuju, sebuah danau, yang entah tercipta dari apa, memiliki aneka warna di permukaan airnya.

Mereka pun sama-sama mendaki tepi sungai yang dipenuhi ragam tumbuhan dan bunga-bunga itu. Saat itu, Siswi Karina pun kembali terkejut ketika perahu mungil yang baru saja dinaikinya itu pun tiba-tiba menghilang begitu saja, hingga ia bertanya, “di mana aku saat ini berada?” “Kau berada di sebuah dunia yang telah ada sebelum kau ada,” jawab salah satu peri.

Sekarang mereka telah sampai di lembah-lembah dan sebuah savana yang terhampar luas yang terasa begitu sejuk dan damai. Pada saat itulah, sebuah bayangan yang bergerak begitu cepat berhenti di depan mereka, yang anehnya bayangan itu tak mengepulkan debu atau suara riuh kala bergerak datang begitu cepatnya.

Bayangan yang datang dengan cepat di hadapan mereka itu adalah sebuah kereta kuda yang ditarik oleh delapan kuda putih bersih yang masing-masing kuda itu memiliki sepasang tanduk runcing di dekat telinga mereka.

Tampak seorang perempuan cantik keluar turun dari pintu kereta kuda tersebut sesaat setelah salah satu pintu kereta kuda itu terbuka. Perempuan itu menampakkan rambut yang sangat indah yang sedikit terlihat dibalik kerudungnya yang berwarna merah menyala.

Lagi-lagi Siswi Karina terkejut ketika empat peri itu terbang dan menghilang begitu saja tak lama setelah ia diajak masuk ke dalam kereta kuda dengan delapan kuda putih yang masing-masing memiliki tanduk runcing di kepala mereka itu.


Kereta kuda itu melaju begitu cepat –hampir mendekati kecepatan cahaya, dan tak meninggalkan debu di belakangnya. Di dalam kereta kuda itu Siswi Karina masih terus bertanya-tanya di dalam hatinya seputar kejadian-kejadian aneh dan menakjubkan yang ia alami sebelumnya itu. Perahu mungil dan empat peri yang menghilang tiba-tiba begitu saja, dan juga hal-hal lainnya.

Ia pun memberanikan diri untuk bertanya kepada pemilik kereta itu, “Siapakah engkau sebenarnya?” “Aku Misyaila” jawab si empunya kereta ajaib tersebut. Mendengar nama itu, Siswi Karina teringat nama pelukis dan seniman yang karya lukisannya pernah ia lihat di tempat ia bekerja, Michelangelo, yang jika diterjemahkan, nama itu artinya adalah malaikat Mikhail.

Sembari berbincang itu, tanpa terasa mereka pun telah sampai di sebuah telaga yang di atasnya berdiri dengan rapihnya barisan rumah-rumah indah yang belum pernah ia lihat.

Saat itu Siswi Karina pun mendengar sayup-sayup suara musik, yang ia berusaha menduga dari mana musik tersebut. Ia seakan mendengar petikan-petikan suara harpa, alunan biola, dan komposisi cello, meski menurutnya itu semua hanya mirip saja.

Tempat di mana kini ia berada itu memang lebih mirip sebuah lukisan naturalis –sebuah telaga raksasa dengan rumah-rumah ajaib di atasnya. Lembah-lembah, savanna-savana, dan bukit-bukit yang dipenuhi tumbuhan dan binatang-binatang yang juga belum pernah ia lihat.

Ada unggas-unggas berwarna hijau. Ada kambing-kambing yang memiliki sepasang tanduk hijau dan memiliki sepasang sayap di punggung mereka. Ada capung-capung yang ukuran tubuhnya sama dengan burung-burung dan memiliki sepasang sayap berwarna merah terang. Semua itu membuat Siswi Karina takjub.

Siswi Karina pun melihat Unicorn berwajah lelaki tampan, yang tersenyum ke arahnya saat ia memandang Unicorn tersebut. Unicorn itu memiliki sepasang sayap berwarna hijau di punggugnnya –sepasang sayap yang menakjubkan.

Karena masih didera keheranan sekaligus kekaguman, Siswi Karina pun berusaha memuaskan sepasang matanya untuk melihat dan mengetahui segala yang ada di sekitaran telaga raksasa itu. Bagaimana ternyata rumah-rumah yang seakan mengambang di telaga itu dihuni oleh manusia-manusia yang lebih kecil dari ukuran tubuh dirinya, namun memiliki wajah-wajah yang cantik, menawan, dan tampan.

“Semua ini sudah ada sebelum engkau ada”, ujar si pemilik kereta kuda super cepat itu kepada Siswi Karina, yang seakan mengingatkan dirinya bahwa dirinya memiliki seorang sahabat dan tidak sendirian.


Mereka pun berjalan menuju susunan alias barisan rumah-rumah (yang seperti mengambang di atas telaga ajaib tersebut) melalui jembatan yang tersusun dari batu-batu yang entah karena apa, juga mengambang dan tidak tenggelam. Semula Siswi Karina mengira rumah-rumah itu tampak begitu dekat, namun ternyata cukup jauh juga.

Tahu bahwa Siswi Karina ingin segera sampai di rumah-rumah itu, tanpa disadarinya Misyaila menyentuhkan tongkat ajaibnya ke salah satu kaki Siswi Karina, dan tiba-tiba Siswi Karina pun sudah ada di depan salah-satu rumah, tentu saja berbarengan dengan Misyaila sendiri, yang menggunakan salah-satu rahasia ilmu Tuhan yang ia dapatkan dari salah seorang Rasul.

“Shalom ‘Eleykum” ujar Misyaila sembari mengetuk pelan pintu salah satu rumah tersebut. Tak berapa lama, muncul seorang perempuan yang tingginya hanya separuh tinggi Siswi Karina. Ia adalah Zipora, yang sekaligus kepala rumah tangga yang menggantikan posisi dan tugas suaminya yang gugur dalam perang melawan para penyusup yang bekerja untuk kekuatan buruk (jahat).

Ia telah mengenal Misyaila, namun belum mengenal Siswi Karina, dan karena itu ia memperkenalkan dirinya sembari agak membungkuk, dan segera dibalas oleh Sisiwi Karina dengan memperkenalkan diri pula.

Di rumah itu, tentu saja, Zipora tidak sendiri: ia ditemani satu anak lelakinya (si sulung) yang bernama Ilias dan dua putrinya yang masing-masing bernama Hagar dan Sophia.

“Bolehkah kami menginap semalam saja, Zipora,” ujar Misyaila, dan Zipora mengangguk tanda mengiyakan permintaan Misyaila. Ia menyeru nama Sophia agar menyiapkan hidangan untuk Siswi Karina dan Misyaila, serta untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya, sementara ia sendiri mempersilahkan kedua tamunya tersebut untuk segera masuk.

Kini mereka bersama-sama sudah duduk di lantai rumah tersebut, yang seperti terbuat dari susunan batu Kristal, di mana rumah itu sendiri meski dari luar tampak mungil, ternyata begitu luas saat di dalam, yang lagi-lagi membuat Siswi Karina takjub.

Menu makan malam yang disediakan Sophia untuk mereka adalah sebuah buah yang bernama Buah Barakat yang berwarna merah menyala, tapi bentuk seperti mentimun, namun lebih panjang dari mentimun normal, yang oleh Sophia telah dipotong-potong dan ditempatkan ke masing-masing bejana berwarna hijau.

Semula Siswi Karina ragu apakah dengan hanya memakan dua potong Buah Barakat tersebut rasa laparnya akan hilang dan tenaganya akan pulih. Dan lagi-lagi, ia kembali heran ketika merasakan nikmatnya buah tersebut, namun pada saat bersamaan ia pun merasa terpuaskan dengan hanya memakan dua potong saja. Ia belum pernah merasakan kenikmatan buah tersebut selama hidupnya.

Buah itu memiliki rasa yang mirip anggur, tapi ia lebih nikmat dari anggur. Memiliki kelenjar cair yang seperti jeruk, tapi rasa asam dan manisnya jauh melebihi rasa jeruk. Sungguh Kuasa Tuhan yang Agung yang takkan pernah terpikirkan oleh akal manusia yang acapkali arogan dan merasa diri mereka sanggup memahami misteri, padahal hanya menduga-duga. Dan mereka tak perlu minum setelah memakan Buah Barakat tersebut –karena buah tersebut menghilangkan lapar sekaligus haus.

Sementara itu, Misyaila sendiri sudah sering singgah ke rumah Zipora, yang salah-satu alasannya adalah karena ingin mengetahui keadaan anak-anak Zipora secara berkala. Barangkali ia memang memiliki misi dan rahasia khusus kenapa ia begitu perhatian kepada anak-anak Zipora, semenjak ayah mereka, yaitu Iliyyun, gugur ketika memimpin pertempuran melawan para penyusup yang dikendalikan kekuatan buruk (atau perintah jahat) dari sebuah dunia yang untuk sementara belum diketahui Misyaila.

Usai makan bersama, dan kemudian diteruskan dengan perbincangan yang tidak terlalu lama itu, Siswi Karina dan Misyaila pun beristirahat di satu kamar dengan dua alat tidur yang telah disediakan Zipora untuk masing-masing mereka. Esok mereka akan menuju sebuah tempat yang sudah tentu tidak diketahui oleh Siswi Karina dan hanya diketahui oleh Misyaila.

Sebuah tempat yang teramat sangat purba, yang dikenal oleh para penduduk Telaga Kahana itu bernama Jaham, sebuah tempat yang untuk sementara dicurigai oleh Misyaila sebagai asal pasukan penyusup yang dikendalikan kekuatan buruk (kendali jahat) yang telah menewaskan suami Zipora dan sejumlah penduduk lainnya beberapa tahun silam.


Negeri Telaga Kahana, di mana Siswi Karina dan Misyaila menginap dan makan bersama di rumah Zipora itu, adalah negeri yang damai dan dihuni oleh penduduk yang hatinya dipenuhi cinta dan kasih-sayang kepada segenap yang hidup dan mencintai alam serta lingkungan mereka. Meskipun demikian, negeri itu pun tak luput dari invasi mereka yang hidupnya didasarkan pada nafsu kekuasaan dan hasrat untuk menguasai dan menaklukkan.

Hari itu, seperti yang telah diniatkan, Misyaila mengarahkan tongkat ajaibnya pada suatu tempat, dan seketika kereta kuda yang sebelumnya dinaikinya bersama Siswi Karina muncul di hadapan mereka. Kali ini mereka akan kembali bertualang ke sebuah negeri, yang tentu saja, tidak pernah diketahui atau dikunjungi Siswi Karina.

Kereta kuda itu melesat begitu cepat setelah mereka berada di dalamnya. Suatu keajaiban lainnya adalah bahwa delapan kuda putih yang masing-masing memiliki sepasang tanduk kristal di kepala mereka itu seakan begitu saja telah mengerti tujuan mereka melalui semacam telepati dengan Misyaila. Semacam ilmu laduni yang dimiliki oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan Tuhan.

Mereka melewati gunung-gunung, rawa-rawa, lembah-lembah, dan hutan-hutan aneh yang ditumbuhi pohon-pohon raksasa. Meskipun demikian, kereta kuda itu seperti terbang dan agak mengambang melewati hutan-hutan, mengambang di rawa-rawa, atau sesekali seperti berlari dengan begitu cepat di antara lembah-lembah dan kelokan-kelokan pegunungan.

Ternyata negeri yang hendak mereka tuju dan hendak mereka selidiki itu begitu jauh –sebuah negeri yang diberi nama oleh para penghuninya, yaitu kaum yang menyukai kekuasaan dan perang, dengan nama Negeri Amarik.

Negeri itu begitu mempesona, di mana tempat-tempat tinggal para penghuninya menjulang tinggi. Di negeri itu juga terdapat kawasan-kawasan khusus megah yang hanya boleh ditinggali para prajurit, sementara di kawasan-kawasan khusus lainnya terdapat semacam pabrik-pabrik dan gedung-gedung yang senantiasa menciptakan senjata super canggih.

Hasrat berkuasa dan menguasai negeri-negeri lain membuat para penduduk atau penghuni negeri itu begitu ulet mengembangkan tekhnologi persenjataan dan melakukan riset-riset dan inovasi-inovasi persenjataan. Negeri itu dipimpin oleh seorang yang gila perang dan memiliki hasrat berkuasa yang sangat besar, yang bernama Jarjus Bushan, seorang pemimpin yang anehnya sangat idiot.

Dan yang membuat Misyaila kaget adalah negeri itu ternyata dibentengi oleh semacam kubah cermin maha-raksasa yang senantiasa menampakkan kilatan-kilatan cahaya, mirip gelombang-gelombang kilatan listrik, hingga Misyaila hanya bisa melihat sebagian kecil Negeri Amarik yang menakjubkan dan super canggih itu lewat kejernihan kubah pelindungnya tersebut.

Dari ketinggian pegunungan di mana mereka berhenti itu, Misyaila pun tahu bahwa negeri itu dilindungi oleh benteng yang sangat tebal dan tinggi, dan mereka dapat melihat sebuah menara besar yang sangat tinggi terletak di negeri tersebut. Jika negeri itu dilindungi kubah raksasa, dari manakah para penduduknya bisa keluar ketika mereka melakukan invasi ke negeri-negeri lain? Demikian kira-kira yang jadi pertanyaan Misyaila di batin-nya. Dan tentu saja, rasa heran dan ketakjuban serupa juga dirasakan oleh Siswi Karina. 

Demi menyelidiki dan meneliti negeri tersebut, dan tentu saja dengan sangat hati-hati, agar tidak ketahuan para spion negeri tersebut, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk menuruni gunung di mana kereta kuda mereka ditinggalkan –dan tentu saja, menghilang begitu saja bila tak dibutuhkan, dan akan hadir bila dibutuhkan.


Setelah mengetahui Negeri Amarik yang terlindungi dengan tekhnologi super canggih tersebut dari balik bukit sebuah gunung, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk kembali ke Negeri Telaga Kahana, sementara kala itu waktu sudah tiba di jung senja. Betapa indah cahaya senja saat itu, sementara aneka keindahan pohon dan yang ada si sekitarnya turut pula menyusun lanskap-lanskap keindahan yang lain. Dan seperti biasa, kereta super cepat mereka pun kembali hadir begitu saja ketika mereka hendak menempuh perjalanan, kali ini perjalanan kembali ke Negeri Telaga Kahana.

Segera saja, setelah mereka telah berada di dalam kereta super cepat mereka tersebut, kereta yang ditarik kuda-kuda putih bertanduk indah (yang mirip para Unicorn) itu melesat bak kecepatan cahaya, menempuh perjalanan pulang ke Negeri Telaga Kahana dari Negeri Amarik yang jaraknya memang sangat jauh.

Sesampainya di Negeri Telaga Kahana, mereka pun kembali menuju rumah keluarga Zipora, dan Zipora pun dengan ikhlas mempersilakan mereka masuk, seperti sebelumnya. Mereka pun kembali makan dan menginap di rumah tersebut, juga seperti yang mereka lakukan sebelumnya.

“Bolehkah saya tahu apa telah kalian lakukan?’ ujar Zipora membuka perbincangan setelah makan malam itu. “Kami telah mengetahui tempat keberadaan sebuah bangsa yang orang-orangnya dulu pernah menghancurkan negeri kamu ini.” Jawab Misyaila. “Negeri itu sungguh di luar dugaan kami dan memiliki perlindungan yang sangat kuat. Sepertinya, jika kalian ingin melindungi negeri kalian ini, kalian harus juga membangun pertahanan dan perlindungan yang kuat dan harus memiliki orang-orang yang terlatih untuk berperang dalam keadaan yang akan terjadi kapan saja. Kalian harus mempersiapkan diri untuk sesuatu yang bisa saja terjadi di masa depan.”

Mendengar apa yang dikatakan Misyaila tersebut, Zipora tampak sedikit agak sungkan dan sedikit merenung. Ingin rasanya ia tidak membenarkan apa yang dikatakan Misyaila tersebut, namun pada sisi yang lain, kebenaran apa yang dikatakan oleh Misyaila itu tak bisa ditolak sebagai sebuah fakta tak terbantahkan bila nasib Negeri Telaga Kahana tidak ingin terulang, nasib yang membuat suami Zipora gugur dalam perjuangan perlawanan yang gagah berani menghadapi para agressor dari Negeri Amarik dengan senjata-senjata super canggih mereka.

Kala itu, Negeri Telaga Kahana nyaris musnah jika saja tak ada bantuan, semacam mukjizat, ketika penduduk negeri tersebut kedatangan sebuah pasukan burung-burung yang tangkas melemparkan batu-batu panas yang menimpa para agressor dari Negeri Amarik yang menyerang dengan ganas negeri Zipora yang dikunjungi Misyaila dan Siswi Karina itu.

Saat itulah, Misyaila adalah salah satu pemimpin pasukan burung-burung yang membantu para penduduk Negeri Telaga Kahana yang ketika itu menghadapi kekuatan luar biasa yang nyaris saja memusnahkan mereka semua.

“Aku sendiri yang akan melatih anakmu, Ilias, menjadi seorang prajurit dan panglima perang!” Lanjut Misyaila kepada Zipora. “Watak dan kecerdasan anakmu itu cukup memberitahuku bahwa ia yang kelak akan menggantikan ayahnya sebagai pemimpin yang kuat. Sementara itu dua adik-adik Ilias, dua anakmu yang bernama Hagar dan Sophia, akan kami didik sebagai perempuan-perempuan yang memiliki pengetahuan-pengetahuan yang kami miliki.”

Saat Misyaila berbicara kepada Zipora tersebut, ketiga anak Zipora tersebut: Ilias, Hagar, dan Sophia, hadir dan mendengarkan apa yang dikatakan Misyaila. Jika Zipora menyetujui usulan dan keinginan Misyaila itu, maka Ilias, Hagar, dan Sophia akan dibawa ke Negeri Farsa, negeri yang dikenal karena kecerdasan para pemimpinnya dan karena kemajuan ilmu pengetahuan mereka yang setara dengan ilmu pengetahuan orang-orang di Negeri Amarik.


Sementara itu, di Negeri Amarik yang megah dan canggih itu, pemimpin negeri itu, yaitu Jarjus Bushan yang tolol tapi ditaati para menteri, para korporat, dan para senat negeri tersebut, tampak sedang mengadakan rapat tertutup dengan sejumlah anggota ordo rahasia. Tampak dalam rapat itu hadir pimpinan ordo tersebut, yaitu Mayar Rother, yang terkenal cerdik dan kaya-raya hingga rumahnya lebih menyerupai istana megah, dan memiliki banyak pembantu lelaki dan perempuan.

Rapat tersebut rupanya rapat sepihak yang tidak boleh bocor di kalangan menteri dan para anggota senat negeri itu. Hanya pimpinan dinas rahasia yang dilibatkan, selain para anggota ordo rahasia yang merupakan inisiator rapat tersebut. Dan Jarjus Bushan sendiri, tanpa sepengetahuan rakyat Negeri Amarik, adalah juga anggota ordo rahasia tersebut.

Salah-satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah bagaimana agar mereka dapat mengendalikan sejumlah negeri-negeri lain dengan jalan mengendalikan para pemimpin negeri-negeri yang ingin mereka kuasai, dan kalau cara ini tak berjalan, maka langkah yang akan mereka tempuh adalah dengan kekuatan senjata dan militer, alias dengan perang atau menciptakan perang.

Salah-satu kekuatan utama ordo tersebut terletak pada kekuasaan finansial mereka yang mengendalikan ekonomi dan kehidupan Negeri Amarik dan sejumlah negeri yang berada dalam kuasa dan kendali mereka, melalui korporasi-korporasi yang mereka kuasai. Dan untuk menghidupkan korporasi-korporasi dan pabrik-pabrik persenjataan mereka di Negeri Amarik tersebut, mereka membutuhkan banyak bahan mentah dan sumber daya alam yang tidak tercukupi dari Negeri mereka, dan karena itulah mereka harus mendapatkannya dari negeri-negeri yang berada dalam kekuasaan mereka.

Cara lain untuk melebarkan kekuasaan mereka adalah dengan jalur doktrin dan pendidikan, contohnya dengan banyak menyekolahkan orang-orang dari luar negeri mereka di sekolah-sekolah mereka agar mereka dapat mendoktrin orang-orang tersebut dengan doktrin mereka, dan pada akhirnya akan menjadi orang-orang yang dikendalikan tanpa mereka sadar bahwa mereka telah menjadi agen-agen kekuasaan mereka ketika mereka berhasil mendoktrin orang-orang dari luar negeri mereka yang dididik di negeri Amarik.

Tentu saja, para anggota ordo rahasia tersebut juga dikenal sebagai para otak intelektual sejumlah perang, agar senjata-senjata mereka dapat digunakan jika ada perang. Bagi mereka, selain dapat menguntungkan secara ekonomi dan finansial bagi berjalannya korporasi mereka, perang juga merupakan ajang uji-coba dan eksperimentasi bagi senjata-senjata yang mereka ciptakan.

Mereka adalah otak di balik setiap perang yang terjadi di dunia, selain mereka juga tak segan-segan memerangi negeri-negeri yang tidak mau dikontrol oleh keuangan dan perdagangan mereka. Banyak negeri yang telah menjadi korban siasat kotor dan kejahatan mereka, seperti Negeri Lubyan, Negeri Suryan, Negeri Yumnan, dan banyak negeri lainnya. Ada dua negeri yang menjadi sekutu setia Negeri Amarik dalam segala hal, yaitu Negeri Asrail dan Negeri Najdan.

Rakyat yang hidup di Negeri Amarik terbilang makmur, meski acapkali terjadi kejahatan dan ketidak-adilan.

Begitulah, hanya ada satu negeri yang tidak sanggup mereka kuasai secara penuh, yaitu Negeri Farsa, meski negeri Farsa pun sempat mereka kuasai ketika Negeri Farsa dipimpin oleh seorang raja bernama Shah Raza. Namun kemudian rakyat Negeri Farsa tersebut memberontak karena kala itu rakyat Negeri Farsa tahu bahwa banyak kekayaan Negeri Farsa yang dibawa ke Negeri Amarik, sementara hidup mereka menderita dalam kekuasaan Shah Raza. Tapi sekarang Negeri Farsa dipimpin oleh seorang yang bersahaja yang bernama Najad.

Selepas Negeri Farsa merdeka dari cengkeraman Negeri Amarik, negeri tersebut memiliki pasukan yang kuat dan persenjataan yang juga tak kalah canggihnya dengan persenjataan Negeri Amarik. Dan dahulu kala, Negeri Farsa dijuluki sebagai Negeri Bulan Sabit Subur karena sebagian wilayah negeri itu mirip Negeri Sunda yang masyhur yang kini telah lenyap akibat gempa maha-besar yang menghancurkan kemegahan Negeri Tersebut.

Negeri Farsa inilah yang tengah dituju oleh Misyaila, Siswi Karina, Hagar, Ilias, dan Sophia dengan sebuah kereta yang membawa mereka tanpa merasakan kelelahan karena keajaiban kuda-kuda putih bertanduk indah yang mirip Unicorn yang menarik kereta tersebut dengan kecepatan super jet. Adakalanya kereta tersebut seperti terbang, dan yang lebih aneh lagi adalah bahwa kuda-kuda dan kereta tersebut dapat melintasi laut tak ubahnya berlari di daratan. (Bersambung



Tidak ada komentar: